Teks ulasan adalah teks yang berisi tinjauan suatu karya baik berupa
film, buku, maupun karya lainnya untuk mengetahui kualitas, kelebihan
dan kekurangan yang dimiliki karya tersebut yang ditujukan untuk pembaca
atau pendengar khalayak ramai. Ulasan atau resensi/review biasa
dilakukan atas suatu karya disekitar sebagai umpan balik dari rasa
kritis terhadap hal tersebut. Ulasan yang berbentuk teks disebut sebagai
teks ulasan. Seorang kritikus dalam mengulas sebuah film atau drama
harus bersikap jujur mengungkapkan pendapat dan pandangannya terhadap
apa yang telah disaksikannya. Jujur di sini artinya bersikap terbuka
dalam mengemukakan kelebihan dan kekurangan pertunjukan itu.
Pada bagian ini kita akan mencoba membandingkan tiga teks ulasan, yaitu
dua teks ulasan film dan satu teks ulasan drama, yang masing-masing
berjudul “Belajar Ikhlas dari ‘Hafalan Shalat Delisa’”, “Gara-Gara
Kemben, Film ‘Gending Sriwijaya’ Diprotes Budayawan”, dan “’Mengapa Kau
Culik Anak Kami?’ Pertanyaan Itu Belum Terjawab”. Kegiatan membandingkan
teks merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menemukan perbedaan dan
persamaan antara beberapa teks. Pada kegiatan ini diharapkan nantinya
dapat membandingkan teks ulasan baik dari segi struktur maupun isi teks.
Struktur teks ulasan terdiri dari orientasi^tafsiran
isi^evaluasi^rangkuman. Berikut ketiga struktur teks ulasan tersebut.
Struktur teks “ belajar ikhlas dari “ Hafalah Sholat Delisa”
No. | Struktur Teks | Kalimat |
1. | Orientasi 1 | Pagi
hari dalam sebuah ruang sekolah di Lhok Nga, desa kecil di Pantai Aceh,
pada 26 Desember 2004, Delisa (Chantiq Schagerl) berupaya khusyu
menjalankan praktik shalat di depan Ustad Rahman dan Ustazah Nur yang
mengujinya. Ibunya, Ummi Salamah (Nirina Zubir), bersama beberapa ibu
lainnya menyaksikan dari luar jendela. Ucapan Sang Ustad sebelumnya agar
dia tetap fokus pada shalat meski apapun yang terjadi di sekelilingnya
benarbenar ditaati gadis kecil itu. Termasuk juga gempa yang mengguncang
dan plafon atap mulai berjatuhan. Bahkan ketika ustad Rahman dan guru
penguji lain lari keluar dan teriakan panik ibunya tidak membuatnya
beranjak. Dia tetap membaca doa shalat yang dihafalnya. Air bah tsunami
pun meluluhlantakkantempat itu dan menenggelamkan Delisa. |
2. | Tafsiran isi 1 | Scene
yang dahsyat dari film “Hafalan Shalat Delisa” jangan bandingkan dengan
teknologi 3D film Amerika untuk mendeskripsikan tsunami
tersebut-membuat saya terhenyak. Seandainya saja saya yang shalat pada
saat terjadi bencana, apakah saya akan lari atau tetap shalat dengan
risiko mati dalam keadaan shalat sulit dibayangkan. Film berlatar
belakang bencana tsunami yang melanda Aceh dan berbagai tempat di Asia
Tenggara ini menewaskan ratusan ribu jiwa dan meninggalkan duka yang
mendalam. |
3. | Tafsiran isi 2 | Film
ini dibuka dengan beberapa adegan manis dua hari sebelum malapetaka
itu. Delisa tinggal bersama Ummi dan tiga kakaknya, Fatimah (Ghina
Salsabila), dan si kembar Aisyah (Reska Tania Apriadi) dan Zahra (Riska
Tania Apriadi). Abi Usman, ayahnya (Reza Rahadian), bekerja di sebuah
kapal tangker asing nun jauh dari tempat tinggal mereka. Delisa
digambarkan sulit melakukan hafalan shalat, dibangunkan shalat subuh
juga susah. Umminya sampai menjanjikan sebuah kalung berhuruf D yang
dibeli dari toko milik Koh Acan (dimainkan dengan menarik oleh Joe P
Project), jika Delisa lulus ujian praktik shalat. Seperti anak-anak
kecil umumnya, Delisa senang bermain. Dia ingin belajar bersepeda dari
Tiur dan bermain bola dengan Umam. Saya suka dengan akting Nirina Zubir
yang mampu menghidupkan spontanitas seorang ibu ketika Aisyah cemburu
pada Delisa atau Delisa sedang sedih. Ia juga menjadi imam ketika shalat
bersama putri-putrinya. Awalnya akting anak-anak ini agak kaku, namun
Nirina mampu membuat suasana hidup. Segmen ini milik Nirina. |
4. | Tafsiran isi 3 | Setelah
tsunami menghantam, Delisa diselamatkan seorang ranger (tentara)
Amerika Serikat bernama Smith (Mike Lewis). Sayang, kaki Delisa harus
diamputasi. Dia juga dikenalkan dengan Sophie, relawan asing lainnya
yang bersimpati pada Delisa. Delisa tahu bahwa ketiga kakaknya sudah
pergi ke surga, juga Tiur dan ibunya, serta ustazah Nur. Semua
digambarkan dengan surealis melintas sebuah gerbang di lepas pantai
menunju negeri dengan mesjid yang indah. Namun keberadaan ibunya masih
misteri. Melihat keadannya, Smith ingin mengadopsi Delisa. Lelaki itu
ingat putrinya yang mati dalam kecelakaan bersama ibunya. Namun kemudian
ayahnya datang. Dia kemudian harus membangun hidupnya kembali bersama
putrinya sebagai single parent.
|
5. | Tafsiran Isi 4 | “Hafalan
Shalat Delisa” tidak terjebak dengan melodrama yang klise. Ada
kesedihan yang membuat air mata keluar, tetapi hidup tetap harus
berjalan. Delisa dengan kaki satu berupaya tegar, termasuk juga
membangkitkan semangat Umam yang remuk dengan bermain bola. Gadis ini
juga memberi inspirasi pada ustad Rahman yang sempat patah semangat.
Percakapan ustad Rahman dengan Sophie di kamp pengungsi menjadi adegan
menyentuh lainnya. “Mengapa Allah menurunkan bencana ini?” Kira-kira
demikian keluhan ustad itu. Sophie menjawab, “Coba tanya Delisa. Dia
kehilangan tiga kakaknya, ibunya, sebelah kakinya, tetapi dia ingin
bermain bola.” |
6. | Tafsiran isi 5 | Pada
segmen ini, akting Chantiq Schagerl memukau. Aktingnya mengingatkan
pada Gina Novalista dalam “Mirror Never Lies” yang menjadi nominasi
artis terbaik FFI 2011. Dia mampu mengimbangi akting Reza Rahadian yang
memang gemilang sebagai seorang ayah yang sempat remuk hatinya. Scene
ketika ayahnya membawa Delisa di reruntuhan rumah mereka sangat
menggigit. “Abi akan bangun rumah kita lagi!” dengan tegas ayahnya
berkata. Adegan ketika Usman gagal membuat nasi goreng yang seenak
buatan Ummi juga menarik. Betapa susahnya menjadi single parent bagi
seorang laki-laki. Termasuk ketika air mata saya tidak bisa dibendung
lagi melihat adegan Delisa memeluk ayahnya, “Delisa cinta Abi karena
Allah!” |
7. |
Tafsiran isi 6
| Kehadiran Koh Acan
juga menghidupkan suasana. Hal ini merupakan human interest dalam film
ini. Ketika dia menawarkan bakmi buatannya pada Delisa di kamp
pengungsian memberikan kesegaran. Begitu juga dia menengok Delisa yang
sakit karena kehujanan. Tentunya membawakan bakmi kesukaannya. |
8. | Evaluasi | Film
ini menuju sebuah ending apakah umminya selamat atau setidaknya
ditemukan tubuhnya. Hal ini juga begitu menggetarkan. Namun, apapun itu
Delisa digambarkan sebagai sosok yang ikhlas. Tentunya dia juga bertekad
menuaikan janjinya menyelesaikan hafalan shalatnya. “Delisa shalat
bukan demi kalung, tetapi ingin shalat yang benar.” |
9. | Rangkuman | Film
yang diangkat dari novel laris karya Tere Liye ini merupakan film akhir
tahun dan sekaligus juga film menyambut awal tahun 2012 yang manis.
Cocok diputar untuk menyambut peringatan tsunami sekaligus juga hari
ibu.
(Sumber: http://hiburan.kompasiana.com) |
Gara-Gara Kemben, Film “Gending Sriwijaya” Diprotes Budayawan
No. | Struktur Teks | Kalimat |
1. | Orientasi 1 | Film
Gending Sriwijaya yang disutradarai Hanung Bramantyo menuai
kontroversi. Sejumlah budayawan dan peneliti sejarah di Sumatera Selatan
protes karena menilai alur cerita (plot) film menyimpang dari sejarah
Kerajaan Sriwijaya. Pakaian songket dan kemben yang dikenakan bintang
film itu juga dianggap keliru. “Harus direvisi sebelum ditayangkan
karena bisa jadi pembiasan sejarah,” tegas Kepala Balai Arkeologi
Palembang, Nurhadi Rangkuti, Minggu (21/10/2012). |
2. | Orientasi 2 | Film
Gending Sriwijaya digarap Hanung Bramantyo bekerja sama dengan
Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan menggunakan dana APBD senilai Rp11
miliar. Dalam anggaran disebutkan film yang akan dibuat berjenis film
dokumenter. Setelah selesai film ini dikelola Badan Aset Daerah. Tender
film dimenangi Putar Production pada April 2012. Ini kerja sama kedua
setelah film “Mengejar Angin”. |
3. | Tafsiran Isi 1 | Nurhadi
menilai kelemahan film Gending Sriwijaya terletak pada cerita
pertentangan dan perebutan tahta oleh dua anak raja (dalam film disebut
Raja Dapunta Hyang Srijayanasa. Nama Dapunta Hyang terukir di Prasasti
Kedukan Bukit, 864 Masehi). Menurut Nurhadi, dalam sejarah Kerajaan
Sriwijaya tidak pernah terjadi pertentangan. Kehancuran Sriwijaya yang
pernah menjadi kerajaan maritim terbesar di Nusantara disebabkan faktor
eksternal, tidak ada sejarah yang mengisahkan perebutan tampuk kekuasaan
di antara keturunan raja. |
4. | Tafsiran isi 2 | “Pertentangan
dan kehancuran kerajaan diriwayatkan terjadi karena ada serangan dari
luar kerajaan,” tegas Nurhadi. Ketua Yayasan Kebudayaan Tandipulau,
Erwan Suryanegara, protes lebih keras. “Saya berani pasang leher untuk
menentang film ini,” katanya. |
5. | Tafsiran isi 3 | Budayawan
yang mendapat Magister Seni Rupa dan Desain dari Institut Teknologi
Bandung ini mengatakan, kisah yang diceritakan terkesan mengadaada
karena menggabungkan Gending Sriwijaya dengan cerita Kerajaan Sriwijaya.
Dua hal ini merupakan objek yang berbeda. Gending Sriwijaya merupakan
nama tarian yang diciptakan pada tahun 1943 ketika zaman penjajahan
Jepang sebagai tarian penyambut petinggi Jepang ketika itu. Tari ini
diciptakan Sukainah Arozak, syair diciptakan A. Muhibat. Sementara
Kerajaan Sriwijaya dikisahkan dalam sejarah mengalami kejayaan pada abad
ke-7 hingga ke-13 masehi. “Dua hal ini merupakan kisah yang berbeda,
tidak dapat disatukan. Selisih waktu di antara keduanya jauh,
berabad-abad,” jelasnya. |
6. | Evaluasi | Erwin
mempermasalahkan riset yang dilakukan sutradara dan penulis skenario
film karena menurutnya film ini tidak didukung riset yang cukup akan
latar belakang sejarah Sriwijaya. Kekeliruan riset juga ditunjukkan
dengan kostum yang dikenakan para pemain tidak sesuai pada masanya. Para
pemain mengenakan pakaian yang tidak bercirikan pakaian Melayu ketika
itu. “Kemben yang digunakan itu bukan pakaian sehari-hari masyarakat
ketika itu. Bagi kami, pakaian itu merupakan pakaian khusus untuk ke
sungai jika hendak mandi,” ungkap budayawan yang juga menjadi pengajar
di Palembang ini. |
7. | Rangkuman | Sama seperti Nurhadi, perebutan kekuasaan antara kedua anak raja kerajaan
yang diceritakan dalam film ini juga dipertanyakan Erwin. Sinopsis film
Gending Sriwijaya mengisahkan perebutan tahta kerajaan antara dua orang
anak Raja Dapunta Hyang Sri Jayanasa (diperankan Slamet Rahardjo), yakni
Awang Kencana (Agus Kuntjoro) dan Purnama Kelana (Syahrul Gunawan).
“Tidak ada sejarah yang mengisahkan perebutan kekuasaan oleh dua anak
raja Kerajaan Sriwijaya,” tegasnya.
(Sumber: www.tribunnews.com) |
Disebutkan oleh penulis teks ulasan “Gara-Gara Kemben, Film “Gending
Sriwijaya” Diprotes Budayawan”, Ilm, bahwa film “Gending Sriwijaya” ini
menuai kontroversi. Mengapa? Karena beberapa budayawan dan peneliti
sejarah Sumatra Selatan tidak srek (protes) dengan adanya film tersebut.
Hal ini disebabkan karena alur cerita film menyimpang dari sejarah
Kerajaan Sriwijaya.
Kepala Balai Arkeologi Palembang, Nurhadi Rangkuti, mengatakan film ini
bisa menimbulkan pembiasan sejarah. Apa maksudnya? Maksud pembiasan
sejarah adalah salah mengartikan atau salah pemahaman tentang sejarah
yang sebenarnya, sehingga menyebabkan pembaca tidak mengetahui yang
sebenarnya, karena film tersebut mengandung isi yang tidak sesuai dengan
kenyataan.
Tahukah kalian kebenaran sejarah yang melatarbelakangi kehancuran
Kerajaan Sriwijaya? Kehancuran Sriwijaya dilatarbelakangi oleh faktor
eksternal, yaitu serangan dari kerajaan luar.
Apa pula maksud kemben yang disebut-sebut dalam teks ulasan
tersebut? Kemben adalah pakaian tradisional seperti jarik yang digunakan
sampai ke bagian dada. Yang biasanya digunakan ke sungai ketika hendak
mandi.
Termasuk corak apakah teks ulasan di atas? Mengapa? Termasuk corak
kritik evaluasi karena ulasan tersebut memindai kerangka cerita, premis,
dan tema dari sejarah Kerajaan Sriwijaya .
Teks “’Mengapa Kau Culik Anak Kami?’ Pertanyaan Itu Belum Terjawab
No. | Struktur Teks | Kalimat |
1. | Orientasi 1 | “Apa orang-orang itu tidak punya seorang ibu yang setidak-tidaknya pernah
memperkenalkan kasih sayang, kelembutan cinta....”
“Apa kamu pikir orang-orang itu dilahirkan oleh seorang ibu?”
“Apa mereka lahir dari batu?”
“Mereka dilahirkan oleh rahim kekejaman.”
Dialog itu diucapkan tokoh Ibu dan Bapak yang diperankan Niniek L. Karim
dan Landung Simatupang dalam drama “Mengapa Kau Culik Anak Kami?” Drama
“Mengapa Kau Culik Anak Kami?” ditulis dan disutradarai oleh Seno
Gumira Ajidarma. Banyak penonton berkaca-kaca matanya menyaksikan
pementasan drama sepanjang 75 menit itu, yang selama itu pula suasana
dicekam oleh kepiawaian akting dua aktor andal itu, yang satu dari
Jakarta dan satu lagi dari Yogyakarta. |
2. | Orientasi 2 | Drama
ini dipentaskan di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki (TIM),
Jakarta, 6—8 Agustus 2001, dan setelah itu digelar di Societeit, Taman
Budaya, Yogyakarta, 16—18 Agustus. Pertunjukan diproduksi oleh
Perkumpulan Seni Indonesia bekerja sama dengan Kontras (Komisi untuk
Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan). |
3. | Orientasi 3 | Panggung
diisi oleh garapan artistik dari tokoh yang juga jarang muncul, yakni
Chalid Arifin, lulusan Institut Des Hautes Etudes Cinematographiques,
Perancis. Suasananya serba minimalis, sampai ke tata lampu maupun
garapan musik oleh Tony Prabowo yang dimainkan oleh Budi Winarto dengan
saksofon soprannya. |
4. | Orientasi 3 | Drama tersebut diilhami oleh peristiwa penculikan aktivis di era Orde Baru-
Soeharto. Drama “Mengapa Kau Culik Anak Kami?” berwujud obrolan antara
tokoh suami dan istri yang anaknya diculik dan belum kembali. Obrolan
terjadi menjelang tengah malam. Bapak mengenakan sarung dan berkaus
oblong, sedangkan Ibu bergaun panjang. |
5. | Orientasi 4 | Kalau
dilihat secara sederhana, obrolan terbagi dua fase: fase pertama
menyangkut tindak kekejaman secara umum yang dilakukan oleh tentara,
fase kedua memfokuskan pada kehidupan Ibu-Bapak itu, yang anaknya,
Satria (diperankan oleh korban penculikan yang sebenarnya, aktivis
Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi, Nezar Patria) hilang
diculik penguasa. |
6. | Tafsiran isi 1 | Berlatarkan
pada situasi politik sekarang yang cenderung ingin melupakan
korban-korban penculikan yang sampai kini tak ketahuan rimbanya, drama
ini serentak menemukan relevansi sosialnya. Dengan langsung menunjuk
peristiwa-peristiwa kekerasan yang pernah terjadi di Indonesia termasuk
pada tahun 1965, drama ini sendiri lalu seperti berada di wilayah
“kesenian kontemporer” dengan sifat khasnya: meleburnya batas antara
kesenian dan kehidupan nyata; antara ruang pribadi dan ruang publik; dan
seterusnya. Apa yang dialami si Ibu-Bapak Niniek dan Simatupang, adalah
juga pengalaman sehari-hari sekian orangtua yang kehilangan
anak-anaknya, anak yang kehilangan bapaknya, diculik oleh genderuwo
penguasa politik. |
7. | Tafsiran isi 2 | “Ini
hanya sebuah kopi dramatik dari peristiwa yang sebenarnya,” kata Seno
Gumira. Seno sendiri yang lebih dikenal khalayak sebagai penulis cerpen
sebenarnya juga pernah menggauli penulisan naskah drama. Ia pernah
bergabung dengan Teater Alam, Yogyakarta, pimpinan Azwar A.N. pada
pertengahan 1970-an. Ia pernah menggelar drama karyanya berjudul
“Pertunjukan Segera Dimulai” pada 1976. Belakangan, ia mementaskan
“Tumirah Sang Mucikari” (1998) yang diilhami oleh huru-hara politik di
Tanah Air. |
8. | Tafsiran isi 3 | “Mengapa
Kau Culik Anak Kami?” sendiri, dari segi naskah dan strategi
pementasan, boleh jadi oleh penulis dan sutradaranya tidak langsung
diparadigmakan dalam gagasan-gagasan yang mendasari peleburan batas
kesenian dan kehidupan seperti diwacanakan oleh seni kontemporer.
Suasana penantian, misalnya, mungkin masih seperti mengacu pada
“modernisme” Becket, taruhlah dalam Waiting for Godot. |
9. | Evaluasi | Namun,
para pendukung, katakanlah Niniek, Simatupang, serta tidak ketinggalan
penata musik, Tony Prabowo, dengan kematangannya telah menjembatani apa
yang bisa dicapai naskah tersebut dengan publiknya. Ini masih didukung
adegan sekilas yang menjadi penting, ketika Nezar Patria tiba-tiba
muncul di panggung beberapa detik. Sementara saksofon yang melengkingkan
blues oleh Budi Winarto yang menandai pergantian babak, setiap saat
menggarisbawahi, betapa pahit dan mengenaskan sebetulnya hidup di
republik ini. Itulah yang membuat hati banyak orang teriris dan sebagian
menjadi sembab matanya ketika keluar dari gedung pertunjukan. |
10. | Rangkuman | Di
panggung, Niniek berujar, “Sudah setahun lebih. Setiap malam aku berdoa
mengharapkan keselamatan Satria, hidup atau mati. Aku hanya ingin
kejelasan....” Sementara Simatupang berdiri, maju ke ujung panggung dan
bermonolog, “Mengapa kau culik anak kami? Apa bisa pertanyaan ini
dijawab oleh seseorang yang merasa memberi perintah menculiknya?”
Pertanyaan itu belum terjawab di atas pentas. Juga di luar pentas. |
Teks di atas mengulas sebuah drama berjudul “Mengapa Kau Culik Anak
Kami?” Sebelum penulis teks masuk pada bagian orientasi, terdapat dialog
antara tokoh Ibu dan Bapak. Apa yang mereka bicarakan?Mereka
membicarakan tentang kekejaman seseorang yang telah menculik anaknya
tanpa alasan apapun (belum ada kejelasan). Mereka selalu berdoa
mengharapkan keselamatan anaknya (Satria).
Ada berapa paragrafkah orientasi yang terlihat pada teks tersebut? Pada
teks tersebut terdapat 4 paragraf orientasi yaitu paragraf 1 sampai
dengan 4 didalam paragraph-paragraf tersebut terdapat gambaran umum
mengenai drama tersebut dan terdapat paparan tentang nama,kegunaan dan
sebagainya.
Apa tema yang diangkat dalam drama yang ditulis dan disutradarai Seno
Gumira Ajidarma ini? “Mengapa Kau Culik Anak Kami?” mengangkat tema
politik. Dalam drama tersebut bercerita mengenai keadaan politik dan
peristiwa kekerasan yang terjadi pada tahun 1965 dan seterusnya dimana
tidak adanya kejelasan dan hentinya hingga akhir-akhir ini, politik
Negara yang carut-marut.
Mengapa banyak mata penonton yang berkaca-kaca setelah menyaksikan
pementasan drama tersebut? Karena suasana cerita dapat mencengkam oleh
kepiawaian acting dua actor handal(sebagai ibu dan bapak).
Termasuk corak apa teks ulasan di atas? Mengapa? Dalam teks ulasan
tersebut merupakan corak kritik apresiasi dimana sang pengulas
memberikan tanggapan positif terhadap film ini.
Memang kekurangan merupakan dorongan atas penulisan kritik, tetapi
kalian mesti membuka diri untuk melihat bagian-bagian positifnya untuk
dikemukakan kepada khalayak dalam ulasan yang kalian bangun. Apabila
memungkinkan, dalam mengulas sebuah karya dari sisi negatifnya, kalian
memberikan jalan keluarnya. Kritikus yang demikian akan disegani dan
dihormati serta didengar pendapatnya karena kritiknya jujur, benar, dan
bermanfaat.
Pada ketiga teks ulasan tersebut, terdapat kelebihan, kekurangan, dan
jalan keluar yang diberikan penulisnya pada kolom di bawah ini
No. | Judul Teks Ulasan | Kelebihan | Kekurangan | Jalan Keluar |
1. | Belajar Ikhlas dari hafalan shalat Delisa |
- Kemunculan tokoh yang dapat menghidupkan suasana cerita.
- Bukan sebuah drama yang terlalu mendramatisir dan klise.
- Banyak mengandung nilai moral.
- Akting pemain yang memukau.
- Adegan-adegan tidak berlebihan.
|
- Penggambaran tsunami tidak maksimal
- Beberapa akting anak-anak yang masih kaku
- Penggambaran keikhlasan yang berlebihan
- Beberapa adegan terlihat seperti dipaksakan
- Kisah tidak mengesankan berlatar belakang Aceh
|
- Pembawaan akting nirina yang mampu membantu akting anak-anak yang masih kakub)
- Film akhir tahun yang manis dan layak untuk disaksikan
- Adegan yang tepat
- Kecanggihan teknologi harus diperbaiki
- Jangan membuat peran berlebihan
|
2. | Gara-gara Kemben Film Gending Sriwijaya |
- Kisah padat dan tidak bertele-tele
- Film yang dengan leluasa menyindir politik Indonesia
- Akting pemain memukau
- Musik yang mendukung suasana
- Koreografi laga yang apik
|
- Harus direvisi dulu sebelum ditayangkan
- Kelemahan terletak pada cerita
- Kisah terlalu berlebihan dan mengada-ada
- Riset sejarah tidak mendukung
- Penggunaan kostum tidak sesuai dengan kisah atau sejarah
|
- Perlu diadakannya riset yang jelas
- Harus melakukan revisi sebelum ditayangkan
- Harus menampilkan kisah yang sesuai dengan keadaan asli sejarah
- Mencari sumber yang jelas.
- Mengklarifikasi kesalahan film
|
3. | “Mengapa Kau Culik Anak Kami” Pertanyaaan Itu Belum Terjawab |
- Banyak penonton berkaca-kaca menyaksikannya
- Akting para pemain yang andal
- Penggarapan artistik yang memukau
- Sound yang menggambarkan kesedihan dengan apik
- Kisah dari kehidupan sehari-hari
|
- Kisah tidak digambarkan secara langsung
- Suasana terlalu modernism
|
- Cerita harus to the point
- Menggambarkan suasana sebagaimana mestinya
|
Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah,
dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan. Misalnya: Berita itu muncul
dalam harian Kompas. Tanda petik (“...”) dipakai untuk mengapit judul
puisi, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat. Misalnya:
Sajak “Pahlawanku” terdapat pada halaman 5 buku itu. Oleh sebab itu,
penulisan judul film atau drama yang dipakai dalam kalimat menggunakan
tanda petik (“...”), sedangkan judul novel dituliskan dengan huruf
miring.
Pada ketiga teks ulasan tersebut terdapat beberapa kesalahan penulisan
judul film dan drama. Bacalah sekali lagi secara saksama ketiga teks
ulasan itu, terutama pada penulisan judul film dan drama.
No. | Kalimat | Benar | Salah |
1. | Scene yang dahsyat dari film “Hafalan Shalat Delisa” membuat saya terhenyak. | √ | - |
2. | Aktingnya mengingatkan pada Gina Novalista dalam Mirror Never Lies yang menjadi nominasi artis terbaik FFI 2011. | - | √ |
3. |
Drama “Mengapa Kau Culik Anak Kami?” ditulis dan disutradarai oleh Seno Gumira Ajidarma.
| √ | - |
4. |
Ia pernah menggelar drama karyanya berjudul Pertunjukan Segera Dimulai pada 1976.
| - | √ |
5. |
Belakangan, ia mementaskan “Tumirah Sang Mucikari” (1998) yang diilhami oleh huru-hara politik di Tanah Air.
| √ | - |
6. |
Film Gending Sriwijaya yang disutradarai Hanung Bramantyo menuai kontroversi.
| - | √ |
7. |
Ini kerja sama kedua setelah film “Mengejar Angin”.
| √ | - |
8. |
Film Gending Sriwijaya digarap Hanung Bramantyo bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan menggunakan dana APBD.
| - | √ |
9. |
Film “Hafalan Shalat Delisa” diangkat dari novel yang berjudul sama, Hafalan Shalat Delisa.
| - | √ |
10. |
Nurhadi menilai kelemahan film “Gending Sriwijaya” terletak pada cerita pertentangan dan perebutan tahta oleh dua anak raja
|